Ketua Bawaslu Provinsi NTT Thomas Mauritus Djawa, S.H (Kordiv Penanganan Pelanggaran)

Kupang (Rabu, 9/11/2021) Demikian disampaikan Ketua Bawaslu Provinsi NTT, Thomas Mauritius Djawa, SH dalam Rapat Kajian Penanganan Pelanggaran yang dilaksanakan  di Aula Kantor Bawaslu Provinsi NTT, 9 November 2021.

Rapat tersebut dibuka dengan resmi oleh Ketua Bawaslu Propinsi NTT  dan dihadiri oleh Pejabat Stuktural dan Fungsional lingkup Bawaslu Provinsi NTT, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten/ Kota se-Provinsi NTT.

Dalam sambutan pembukaan, Thomas Djawa menyampaikan bahwa kegiatan kali ini merupakan tindak lanjut dari agenda kegiatan yang sudah didesain dalam rapat bersama kordiv Penanganan  Pelanggaran Bawaslu Kabupaten/ Kota sejak awal tahun 2021. Karena itu, peserta diharapkan dapat memahami regulasi yang mengatur Penanganan Pelanggaran administrasi TSM Pemilu dan Pemilihan  serta peran yang dapat  dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten/ kota pada saat Pemilu dan Pemilihan manakala terjadi penangan pelanggaran administrasi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Selanjutnya dalam paparan materi oleh Ketua Bawaslu Provinsi NTT, Thomas Djawa mengurai perbedaan penanganan pelanggaran TSM pada Pemilu dan Pemilihan. Terdapat 18 (delapan belas) perbedan dalam Penanganan Pelanggaran Administrasi TSM pada Pemilu maupun Pemilihan. Dari sisi regulasi, Pelanggaran administrasi TSM pada Pemilu merujuk pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Perbawaslu No 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu sedangkan pada Pemilihan merujuk pada UU No 10 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang  No 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang dan Perbawaslu No 9 Tahun 2020 tentang Tata cara penaganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan.

Selain itu, tenggang waktu Penanganan Pelanggaran juga terdapat perbedaan sumber Pelanggaran pada Adminstrasi TSM Pemilu berasal dari temuan dan laporan sedangakan pada Administrasi TSM Pemilihan sumber pelanggaran hanya berdasarkan laporan. Selain itu, kewenangan penanganan Pelanggaran Administrasi TSM pada Pemilu berada pada Bawaslu Republik Indonesia, sedangkan kewenangan Penanganan Pelanggaran Administrasi TSM pada Pemilihan menjadi kewenangan Bawaslu Provinsi. Bawaslu Kabupaten Kota hanya dapat bertindak sebagai pelapor dalam pelanggaran Administrasi TSM Pemilihan dan tidak memiliki kewenangan menangani pelanggaran administrasi TSM.

Lebih lanjut, Thomas Djawa menjelasikan secara gamblang perbedaan Pelanggaran TSM pada Pemilu dan Pemilihan seperti Objek pelanggaran, Majelis pemeriksa, dukungan terhadap majelis pemeriksa, yang memiliki kewenangan sebagai pelapor, yang berpotensi sebagai terlapor,waktu laporan dan syarat laporan, dokumen laporan dan bukti, pemeriksaan pendahuluan, Tahapan siding pemeriksaan sampai pada putusan.

Usai menyapaikan meteri dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Diskusi menjadi menarik ketika peserta menyampaikan  adanya beberapa pasal dalam perbawaslu penanganan pelanggaran Administrasi TSM yang berpotensi multi tafsir, sehingga perlu kajian dan evaluasi terhadap pasal yang berpotensi multi tafsih. Thomas Djawa mengapresiasi masukan-masukan dalam diskusi dan akan berupaya menyampaikan dalam kesempatan Rapat dengan Bawaslu RI.

Usai diskusi terkait Pelanggaran TSM pada Pemilu dan Pemilihan, dilanjutkan diskusi terhadap formula desain kegiatan tahun 2022 untuk divisi Penanganan pelanggaran sebelum dibahas dalam RKA/KL semua divisi di Provinsi dalam beberapa waktu yang akan datang. “Saya mengharapkan agar masing-masing divisi di setiap Kabupaten merencanakan desain kegiatan Tahun 2022 dan melakukan sinkronisasi  sehingga kita memiliki rencana kegiatan yang betul-betul terukur dan dapat dilaksanakan”. Demikian kata Thomas Djawa sesaat sebelum menutup Rapat Kajian Penanganan Pelanggaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *