Dominggus Nani, SP: Kordinator Divisi Pengawasan, Humas, dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Sumba Barat Daya…

Pelaksanaan tahapan Pemilihan Umum tahun 2024, telah dilaunching pada tanggal 14 juni 2022 yang lalu, geliat persiapan jelang pemilu semakin terasa. Baik penyelenggara pemilu maupun partai politik sebagai peserta pemilu tengah mempersiapkan diri untuk mendaftarkan diri.

Pendaftaran partai politik sendiri baru akan dibuka pada tanggal 1-14 Agustus 2022 yang akan datang. Pendaftaran Partai Politik peserta Pemilu tahun 2024, dilakukan secara online melalui aplikasi Sistim Informasi Partai Politik (SIPOL) dan terpusat di KPU RI. Namun demikian saat ini perwakilan Partai Politik di daerah sudah melakukan persiapan kelengkapan berupa sejumlah dokumen persyaratan yang diperlukan seperti struktur kepengurusan, keanggotaan, serta domisili kantor sekretariat masing-masing Parpol.

Di Kabupaten Sumba Barat Daya sendiri sampai saat ini jumlah partai politik yang telah terdaftar pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) baik partai lama peserta pemilu tahun 2019, maupun partai politik yang baru melaporkan diri sebanyak 23 (dua puluh tiga )partai.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sumba Barat Daya, tengah mempersiapkan langkah-langkah pencegahan terjadinya dugaan pelanggaran pemilu. Khusus terhadap pelaksanaan tahapan Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik peserta Pemilihan Umum tahun 2024, Bawaslu Kabupaten Sumba Barat Daya akan menyampaikan surat himbauan sebagai bentuk pencegahan terjadinya potensi pelanggaran pemilu kepada para pihak. Beberapa pihak yang menjadi sasaran penyampaian surat himbauan tersebut diantaranya Para Kepala Desa, TNI/Polri serta Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kordinator Divisi (Kordiv) Pengawasan, Humas dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu SBD, Dominggus Nani, SP mengatakan bahwa berdasarkan undang-undang beberapa provesi seperti TNI/Polri, Aparatur Sipil Negara, Kepala Desa dan Perangkat Desa, termasuk anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis. Larangan untuk terlibat dalam politik praktis tersebut tentu akan diikuti dengan sanksi hukum apabila terbukti melanggar.

Selain surat himbauan kepada para kepala desa, kami juga akan menyurati para pimpinan partai politik untuk tidak merekrut kepala desa dan perangkat desa dan pihak-pihak yang dilarang undang-undang untuk masuk dalam struktur maupun keanggotaan partai politik,”.ujarnya.

Hasil pantauan Bawaslu Sumba Barat Daya bahwa pada pelaksanaan pemilihan Kepala Desa serentak tahun 2021 yang lalu terdapat sejumlah pengurus partai politik yang terpilih sebagai kepala desa dan perangkat desa. 

Lebih lanjut Dominggus Nani menegaskan bahwa: “ Aturan terkait netralitas Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota BPD tidak hanya diatur dalam undang-undang tentang Pemilu dan Pemilihan, namun dalam Undang-undang tentang Desa juga sudah jelas diatur,” tegasnya.

Berdasarkan regulasi bahwa larangan dan sanksi bagi kepala desa dan perangkatnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan  Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.

Larangan untuk Politik Praktis Berdasarkan Undang-undang.

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

Selain Kepala Desa, perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis.

Pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa Perangkat Desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

Sedangkan untuk BPD dalam Undang-undang Nomor tahun 2014 tentang Desa juga melarang untuk berpolitik praktis. Dalam pasal 64 menyatakan bahwa : Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang : huruf (h) : Menjadi Pengurus Partai Politik.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) yaitu pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Pada pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.

Selanjutnya Pasal 282 ; Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang  Pemilihan Kepala Daerah.

Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.

Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur  sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Berikut sanksi terhadap Kepala Desa dan Perangkat Desa yang melanggar larangan dalam politik praktis

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. 

Ayat (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. 

Ayat (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00  (dua belas  juta  rupiah).

Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas  juta  rupiah).

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang  Pemilihan Kepala Daerah.

Pasal 71 ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Pasal 188  Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 189, Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta Perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyakRp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Sesuai penjelasan diatas, sudah sangat jelas bahwa Kepala Desa, perangkat Desa dan anggota BPD diharapkan dapat bersikap netral sehingga tidak terjebak dalam kegiatan politik praktis. Bawaslu Kabupaten Sumba Barat Daya sendiri berdasarkan kewenangannya yang dimiliki, tidak segan-segan untuk melakukan penindakan jika menemukan kepala desa maupun perangkat desa atau pihak-pihak lain yang dilarang dalam undang-undang terlibat dalam politik praktis. (Humas Bawaslu – SBD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *